Social Distancing; Solusi Covid-19 dan Hambatannya

Oleh: Sumarni Sumai
Mahasiswi Program Doktoral Ilmu Sosiologi Universitas Negeri Makassar

Sejarah Covid-19

Semua dari kita tanpa terkecuali disibukkan dengan Corona Virus. Virus Corona menjadi tranding topic disetiap media. Baik itu massa cetak, elektronik maupun new media seperti; internet, Facebook, WhatsApp, Instagram, Twitter, Massenger, dll. Demikianlah media massa bekerja sebagaimana perannya untuk memberi informasi kepada kita semua.

Covid-19 merupakan singkatan kata dari coronavirus 2019. Penyakit ini disebabkan oleh coronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-Cov-2. Pertama kali Covid-19 terdeteksi di Wuhan Provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan Desember 2019. Setelah beberapa orang mengalami pneumonia tanpa sebab yang jelas dan telah diberikan perawatan dan vaksin terhadap pasien namun ternyata tidak efektif.

Pada dasarnya coronavirus telah diidentifikasi sejak tahun 1960 sebagai penyebab flu biasa, dan belum dianggap fatal. Namun sejak tahun 2002 dengan merebaknya Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-Cov) di China, dan wabah tahun 2012 yang serupa yakni, Middle East Respiratory Syndrome (MERS-Cov) di Timur Tengah. Kemudian para pakar mulai melakukan penelitian lebih lanjut. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa wabah SARS, MERS, dan COVID-19 merupakan mutasi/bentuk baru dari coronavirus yang dampaknya sangat fatal. Corona bukan virus yang stabil melainkan virus yang  mampu berdaptasi menjadi lebih ganas, bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Setelah menyebabkan lebih dari 118.000 kasus terinfeksi dari 110 negara dan lokasi di seluruh dunia, serta risiko penyebaran global yang diprediksi akan terus berkelanjutan. Maka tanggal 30 Januari 2020, WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemic. Karenanya setiap sector dan setiap individu harus berperan serta untuk keluar dari wabah ini.

Indonesia sendiri, melalui Presiden Republik Indonesia pada Senin, 2 Maret 2020 merilis dua WNI yang positif terjangkit virus corona. Jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Hal ini dapat kita lihat berdasarkan penyataan Juru bicara pemerintah untuk virus Corona Achmad Yurianto pada Jumat, 20 Maret 2020. Yurianto menegaskan bahwa, ada 369 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan 32 orang meninggal dunia. 

Penyebaran virus ini begitu sangat cepat meluas kepada semua lapisan masyarakat.

Social Distancing; Solusi Covid- 19 dan Hambatannya

Pertanyaanya, apa yang bisa kita lakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona? Jawabannya adalah sosial distancing, sebagaimana pendapat Katie Pearce dari John Hopkins University. Pearce menyatakan bahwa social distancing merupakan sebuah praktek dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit.

Senada dengan pernyataan Pearce, Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, menjelaskan bahwa cara penyebaran virus corona adalah dengan kontak langsung antar manusia yang terpapar virus. Oleh sebab itu sosial distancing menjadi kunci untuk menghentikan penyebaran virus tersebut. 

Yang perlu diketahui bersama menyangkut Covid-19 bahwa salah satu sifatnya asimtomatik atau tanpa gejala. Mereka dijuluki sebagai silent spreader. Yaitu orang yang terpapar virus tidak menunjukkan geja sakit seperti demam, batuk kering, apalagi sesak napas, namun mampu menularkan SARS-CoV-2 kepada orang lain yang sehat. Dengan social distancing setidaknya mampu meminimalisir penyebaran virus berbahaya ini.

Membatasi jarak dengan kontak sosial ini bisa dilakukan oleh kita pribadi, misalnya dengan tidak keluar rumah, membatasi jarak dengan orang lain, menghindari tempat umum. Atau dalam skala luas ditetapkan oleh pemerintah misalnya melarang kerumunan, membatalkan acara yang melibatkan banyak orang, merumahkan kayawan, dan anak sekolah.

Sejak 15 Maret lalu, Indonesia sendiri sebenarnya sudah menerapkan kebijakan pemerintah berupa social distancing. Berawal dari Provinsi DKI Jakarta kemudian diikuti oleh beberapa provinsi lain di Indonesia. Sehingga beberapa lembaga pemerintah melakukan kegiatan kantor dari dalam rumah masing-masing dengan menggunakan media on line. Salah satu contohnya adalah lembaga pendidikan, mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai ke Perguruan Tinggi (PT) proses belajar mengajar dilakukan secara on line (daring) yang dapat diakses oleh setiap peserta didik dari rumah.

Setelah lebih kurang seminggu program ini diterapkan oleh pemerintah ternyata tidak efektif menekan laju penyebaran Covid-19. Hal ini dibuktikan dengan tingginya jumlah pasien akibat corona virus meningkat mendekati 400%. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan, 15 Maret 2020 total kasus virus corona mencapai 117 orang, kemudian pada 21 Maret 2020 kasus virus ini meningkat menjadi 450 kasus. 

Sejumlah pakar di Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) Institut Teknologi Bandung (ITB) menghitung puncak wabah Covid-19 di Indonesia diprediksi akan terjadi akhir Maret  mendatang dengan 600 kasus baru muncul setiap hari.

Minggu ini merupakan periode paling kursial dalam penangan pandemic Covid-19. Tanpa keputusan yang tepat dari semua pihak dalam penangan yang paripurna maka tidak menutup kemungkinan dapat memicu ledakan krisis multidimensi.

Menurut pengamatan penulis, ada beberapa masalah yang perlu mendapat perhatian bersama sehubungan dengan program social distancing yang dipandang tidak efektif yaitu;

Pertama, kurangnya sosialisasi pemerintah. Sehingga saat program social distancing diterapkan masih banyak ditemukan lokasi wisata dan tempat umum yang seharusnya dihindari namun kenyataannya dipenuhi dengan pengunjung. 

Kedua, pemerintah tampak tidak tegas terhadap program social distancing. Selain tidak memberikan sanksi bagi masyarakat yang mengabaikan program ini juga masih ditemukan WNA yang terus menerus berseliweran di Bandara Regional.

Ketiga, minimnya edukasi dan informasi yang memadai mengenai pencegahan corona virus, sehingga masyarakat terkesan acuh tak acuh dan mengabaikan bahaya Covid-19.

Keempat, pemerintah belum memikirkan solusi bagi masyarakat yang harus bekerja setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnnya, dan ini tidak sedikit jumlahnya. akibatnya, mereka akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya jika harus menerapkan program social distancing.

Kelima, minimnya tenaga dan alat-alat medis di pedesaan. sementara penduduk Indonesia masih banyak yang menempati wilayah terpencil sehingga gejala-gejala Covid-19 yang menyerang masyarakat terpencil tidak mendapatkan pengobatan secara cepat dan tepat.

Dari kelima permasalahan diatas, masalah keempat merupakan masalah terberat bagi pemerintah, namun bukan berarti kita tidak mampu mengurainya. Kita mampu jika kita bersinergi; antara pemerintah, masyarakat dan media massa. 

Pemerintah harus mampu menjalankan peran melindungi dan mengayomi seluruh lapisan masyarakat. Peran ini kemudian bisa menumbuhkan sikap empati masyarakat untuk membantu pemerintah mengurai masalah-masalah yang menjadi  penghambat efektifitas social distancing. 

Jika pemerintah mampu menjalankan peran tersebut, bukan tidak mungkin masyarakat yang berkecukupan dapat membantu kebutuhan pokok masyarakat yang kurang mampu selama pemerintah menerapkan program sosial distancing. 

Demikian juga media massa, media memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan informasi yang bersifat edukasi sehingga masyarakat mudah memahami langkah-langkah yang tepat dalam menghadapi pandemic Covid-19. 

Dengan demikian, kata kuncinya adalah pemerintah, masyarakat, dan media massa harus memiliki komitmen dan terukur dalam melaksanakan sosial distancing. Jika hal ini terpenuhi insya Allah cita-cita kita akan terwujud.

Bagikan...

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *