Penerapan Pajak Melalui M-POS Masih Banyak Kendala

MAMUJU, RAKYATTA — Sebulan lebih penerapan pajak melalui sistem M-POS diterapkan Pemerintah Kabupaten Mamuju berdasarkan instruksi KPK RI untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD).

Sebanyak 40 unit alat M-POS telah dipasang ke beberapa warung, rumah makan, dan restoran sebagai tahap awal pelaksanaan sistem tersebut. Namun masih terdapat beberapa kendala, khususnya dari kualitas alat M-POS tersebut.

Kasir Restoran Cilacap, Tika mengatakan, daya Alat M-POS tersebut hanya bertahan selama setengah jam sehingga pihaknya sering mengecas (charge) langsung alat tersebut saat digunakan.

“Cuma bertahan paling lama setengah jam, jadi chargenya tidak pernah kami lepas agar tidak mati selama jam operasional,” ungkapnya

Selain itu, penerapan pajak yang dibebankan ke konsumen belum banyak yang mengetahui sehingga besaran harga makanan yang naik tak elak menimbulkan protes dari konsumen.

Kasir Rumah Makan Bang Bukir, Nurliana mengatakan sering mendapatkan komplain dari konsumennya yang kebanyakan terdiri dari masyarakat lapisan menengah kebawah lantaran harga makanan yang naik berdasarkan tambahan pajak 10 persen dari pemerintah daerah.

“Kasihan juga jika pembeli membawa uang pas. Sementara ia dikenakan pajak, seharusnya Bapenda tak hanya menyosialisasikan penerapan pajak tersebut kepada pemilik usaha. Tetapi juga kepada warga. Karna banyak konsumen tak mengetahui hal itu,” ujar Nurlia.

Ia juga menyesalkan belum meratanya alat M-POS disemua Warung, rumah makan, kafe dan restoran sehingga dapat memicu rasa kecemburuan bagi para pengusaha yang dipasangi alat M-POS

Sekretaris Bapenda Mamuju, Sam Sam mengatakan, Alat M-POS yang dipasang terkendala karena teknisi dari Bank Sulselbar yang ditunjuk Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) tidak selalu berada di Mamuju. Sementara dari 40 unit alat yang sudah terpasang masih ada beberapa sering eror.

Menurut Sam Sam, jika terjadi kendala ia harus berkoordinasi lagi dengan Bank Sulselbar atau langsung ke teknisi melalui telepon kalau sedang tak berada di Mamuju.

“Padahal kami sudah punya teknisi yang bisa mengerjakan itu. Teknisi kami sudah mengikuti Bimtek, tapi KPK tak mau gunakan,” kata Sam Sam, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (4/10/2019).

Sam Sam menambahkan, jika seandainya teknisi Bapenda digunakan, bisa langsung menagani persoalan sehingga lebih efisien.

“KPK hanya mau teknisi Bank Sulselbar. KPK barangkali tidak tahu kalau teknisi Bank Sulselbar tidak selalu di Mamuju,” sebut Sam Sam.

Sisi lain, lanjut Sam Sam, jika terjadi masalah berkepanjangan, Bapenda yang ditegur KPK. Padahal teknisi Bank Sulselbar yang tak maksimal, karena bukan hanya Mamuju di handle.

“Ini sekarang yang dilema sementara dilapangan banyak kendala,” ujar Sam Sam.

Terkait realisasinya, Sam Sam mengaku, saat ini pihaknya sudah memerintahkan pegawainya menagih pajak 10 persen yang dipungut pemilik restoran, rumah makan, cafe dan hotel. Karena penerapan MPOS dan TMD sudah berjalan satu bulan.

“Belum diketahui perbandingan pendapatan sebelum dan setelah dipasang alat perekam. Karena sementara ditagih. Termasuk warung yang belum dipasang. Semua kami tagih,” sebutnya.

Sam Sam menyebut, warung yang belum terpasang alat tetap dipungut pajak. Namun sistemnya manual. Setiap warung dijaga oleh pegawai Bapenda sehingga dapat mengawasi dan memberikan pemahaman kepada konsumen jika ada yang komplain karena dipungut pajak

“Saat ini ada 40 unit terpasang. Pengadaan berikutnya tergantung petunjuk dari Bank Sulselbar,” pungkasnya.

Bagikan...

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *