Politik Uang dan Hoax Masih Ancaman di Pilkada Serentak 2020

Polewali Mandar — Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2020 tersisa beberapa bulan lagi. Salah satu yang menjadi tantangan adalah maraknya praktik politik uang (money politics) dan penyebaran hoaks di Pilkada Serentak.

Hal tersebut mengemuka dalam Diskusi Awal Tahun menyambut pelaksanaan Pemilihan kepala daerah serentak 2020 yang dilaksanakan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sulawesi Barat dengan tajuk “Konsolidasi Masyarakat Sipil dalam Menyongsong Pilkada 2020”, di Cafe NR Sabtu (25/1) sore.

Bacaan Lainnya

Tampil sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Anggota Bawaslu Sulbar, Fitrinela Patonangi, Koordinator JPPR Sulawesi Barat Firdaus Abdullah,. Anggota KPU Majene Munawir Ridwan, Anggota KPU Polman Andi Rannu, dan Ketua JADI Polman Achmadi Touwe.

Koordinator JPPR Sulbar Firdaus Abdullah dalam diskusi tersebut mengungkapkan, praktek politik uang dan penyebaran hoaks yang telah terjadi di Pemilu 2019 lalu, dikhawatirkan kembali akan terjadi serta jauh lebih mengganas di Pilkada 2020 kali ini. Dan hal itu jelas akan mencederai demokrasi.

“Selanjutnya catatan kami proyeksi ke depan, adalah jauh lebih mengganas dan jauh lebih membahayakan, yang bisa membunuh proses demokratisasi, adalah money politics dan hoax. Hasil pantauan kami di 2019, praktek money politics itu sangat luar biasa (terjadi) di masa tenang,” kata Firdaus yang mengajak masyarakat dan seluruh stakeholders yang ada dapat memantau dan mengawasi dengan baik jalannya seluruh tahapan di Pilkada 2020 mendatang.

Anggota KPU Majene Munawir Ridwan  mengungkapkan,  Kabupaten Majene menjadi salah satu kabupaten yang menggelar Pilkada di tahun ini.  Dan saat ini, tahapan pilkada tersebut sedang berjalan, salah satunya tahapan perekrutan PPK yang telah memasuki tahapan seleksi dan verifikasi administrasi.

“Kami berharap, bukan hanya Bawaslu, bukan hanya LSM, tetapi juga teman-teman mahasiswa, bahkan bisa mengajak masyarakat umum, untuk melihat semua proses yang ada di KPU.  Karena kami sampaikan, kami tidak alergi dengan semua itu, malah kami butuh itu. Kami sangat butuh dengan masukan dari masyarakat,” katanya.

Anggota KPU Polman Andi Rannu dalam kesempatan tersebut mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan JPPR Sulbar dalam menyongsong Pilkada 2020 mendatang. Menurutnya seri diskusi JPPR Sulbar yang diawali dari Polewali tersebut menjadi ruang bagi seluruh pihak dan masyarakat secara luas untuk menjadi bagian yang terus mendorong partisipasi di pemilu dan pemilihan agar senantiasa dapat berjalan dengan baik.

“Konsolidasi masyarakat sipil sebagaimana tajuk kegiatan yang dipilih memang penting, mengingat peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan, terutama di Pilkada 2020 mendatang tentu sangat berarti. Kita juga senantiasa berharap, dari pemilu ke pemilu, dari pilkada ke pilkada selanjutnya, angka partispasi pemilih dapat terus meningkat. Praktik  demokrasi langsung kita diharapkan juga akan semakin baik,” harapnya.

Anggota Bawaslu Sulbar Fitrinela Patonangi yang tampil sebagai pembicara akhir menegaskan peran serta seluruh pihak memang sangat menentukan kualitas demokrasi.
“Kualitas demokrasi bukan hanya pada penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu,” ujarnya.

Ia menambahkan, berdasarkan tipologi pelanggaran Pemilu dan Pilkada di wilayah Sulawesi Barat, masih terjadi pada persoalan pelibatan Aparatur Sipil Negara dan netralitas Penyelenggara.

Terkait proyeksi JPPR terhadap potensi pelanggaran di Pilkada 2020, Fitrinela menyatakan pihaknya telah mengantisipasi hal tersebut.

“Di tahapan pencalonan nanti itukan  ada namanya sengketa. Siapa yang akan memproses itu, lembaga Pengawas Pemilu. Kalo tadi dikuatirkan  akan melahirkan rekomendasi yang terbelikan, itu yang sudah kami antispasi sejak awal. Dan kami pastikan bahwa penyelenggara pemilu di Sulbar bisa menjaga marwah integritas penyelenggara Pemilu 2020,” tandasnya.

Ketua Presidium JADI Polman Achmadi Touwe menambahkan, setidaknya ada lima alasan mengapa pilkada langsung diselenggarakan.
“Pertama memutus mata rantai oligarkhi, kedua meningkatkan kualitas dan kedaulatan partispasi masyarakat, ketiga diharapkan mewadahi proses seleksi kepemimpinan, keempat meminimalisir politik uang, dan kelima bagian dari kualitas legitimasi pemimpin daerah selama lima tahun ke depan,” kuncinya. (*)

Bagikan...

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *