Asas Dominus Litis dalam Rancangan KUHP dinilai akan memperkeruh upaya penegakan hukum. Asas tersebut berpotensi ketidak-pastian dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Kader PMII Cab. Polman Sdr. Rahmat berpendapat bahwa, apabila kewenangan tersebut dimiliki oleh jaksa tentu akan menimbulkan tumpang tindih dalam penegakan kepastian hukum. Fungsi kepolisian bakal bergeser jika dominus litis diterapkan. Menurut dia, jaksa cukup berperan sebagai penuntut dalam suatu perkara.
“Untuk itu kewenangan jaksa sudah jelas dalam penuntutan pidana, kami mengingatkan bahwa kewenangan jaksa dalam sistem hukum Indonesia sudah seharusnya terbatas pada penuntutan pidana, sementara kepolisian memiliki peran dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana” Ungkapnya.
Dia menyebut, jika revisi KUHAP disahkan, kewenangan jaksa dalam menghentikan perkara dapat menciptakan standar ganda dalam penegakan hukum. Hal itu dinilai berpotensi membingungkan masyarakat dalam mencari kepastian hukum,Sehingga apabila jaksa diberi wewenang untuk menghentikan suatu perkara yang dilimpahkan oleh kepolisian tentunya akan menimbulkan dualisme kepentingan penegakan hukum
Selain itu pentingnya revisi batas waktu penyelesaian perkara pidana. Pasalnya, banyak masyarakat yang mengeluhkan lamanya proses hukum yang menghambat kepastian hukum.
“Pembaruan dalam RUU KUHAP seharusnya lebih mengutamakan kepastian hukum dengan mengedepankan penanganan perkara yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, alih-alih menciptakan multitafsir baru yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan, Sehingga tidak jelas penagakan hukum ini arahnya kemana Karena dua-duanya (Jaksa dan Polisi) berwenang menghentikan apabila RKUHAP tersebut disahkan”. Pungkasnya