Mamuju – Tiga bulan setelah pencairan dana hibah untuk partai politik (Parpol) di Sulawesi Barat, capaian penyerapan anggaran masih berada di angka 60%. Meski tergolong progresif, angka ini menyisakan pertanyaan: sudahkah dana tersebut menyentuh esensi demokrasi yang lebih bermutu?
Iklan Bersponsor Google
Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Liaison Officer (LO) Parpol pada Senin, 14 Juli 2025, Pemerintah Provinsi Sulbar melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) menyampaikan bahwa dana hibah yang digelontorkan sejak April 2025 sebagian besar digunakan untuk dua pos utama, yakni pendidikan politik dan operasional partai.
Plt. Kepala Kesbangpol Sulbar, Sunusi Usman, mengapresiasi progres serapan tersebut. Namun, ia menegaskan pentingnya pertanggungjawaban yang jujur dan transparan. “Setiap kegiatan harus dilengkapi dokumen pendukung yang lengkap. Kami tidak ingin ada penyimpangan yang mencederai semangat demokrasi,” ujarnya.
Lebih dari sekadar administrasi, dana hibah ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan mendesak akan kaderisasi politik yang berkualitas. Gubernur Sulbar Suhardi Duka (SDK) bersama Wakil Gubernur Salim S Mengga bahkan menaruh harapan besar agar dana ini menjadi benih lahirnya pemimpin-pemimpin cerdas, amanah, dan berpihak pada rakyat.
Pertanyaannya kemudian: apakah partai politik benar-benar menggunakan dana tersebut untuk mendidik kader atau hanya sekadar membiayai kegiatan seremonial?
Dari 10 parpol penerima, sebagian besar memang telah menyusun rencana kegiatan lanjutan untuk menghabiskan sisa anggaran 40% pada akhir Juli hingga Agustus 2025. Tapi publik menanti hasil konkret, bukan sekadar laporan di atas kertas.
Sunusi menyebut, Kesbangpol akan kembali melakukan evaluasi dalam tiga bulan ke depan. “Kami harap sinergi antara pemerintah dan parpol terus ditingkatkan agar kualitas demokrasi di Sulbar juga meningkat,” tegasnya.
Dana hibah sejatinya bukan hadiah, melainkan investasi demokrasi. Maka transparansi, efektivitas, dan integritas dalam pengelolaannya adalah harga mati. Jika tidak, demokrasi di daerah hanya akan menjadi panggung formalitas yang jauh dari nilai-nilai substantif.
Iklan Google AdSense