POLEWALI — Himpunan Mahasiswa Islam HMI Cabang Polman melalui ketuanya Muh Ridwan menanggapi soal pernyataan Menteri Agama, Yaqut Cholil Coumas.
Iklan Bersponsor Google
“HMI cabang Polman, meminta pihak pemerintah Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi Menag dan apabila perlu diganti dengan yang lebih baik, karna semenjak menjabat sebagai menteri,banyak pernyataan ataupun kebijakan yang dikeluarkan tidak equal dengan ummat Islam,” Kata Ridwan, Sabtu 26 Februari 2022.
Lanjut dikatakan, pernyataan menteri agama Yaqut Cholil Coumas, Bisa kita lihat Kemudian ketika perayaan hari besar ummat Islam diperketat protokol kesehatan (Prokes), namun ketika umat agama lain tidak ada hal tersebut, yang paling terakhir perayaan Imlek yang dilakukan di Mall mewah tanpa memberlakukan prokes, namun Menag diam seribu bahasa.
“Tentu kami tidak memperbandingkan perayaan hari besar umat beragama. Tapi sikap Menag yang terkesan tidak aqual,”Ujarnya.
“Belum lagi Kami menilai pernyataan Menag tidak mencerminkan sosok yang bijaksana dan berbudi luhur, malahan pernyataannya sangat kontroversial dan berpotensi dapat membuat gaduh bangsa sesama umat beragama,” Sambungnya.
Olehnya itu, kata Ridwan, HMI melihat peryataan Menag tentang suara azan yang mengambil analogi suara anjing yang menggonggong tentu secara kebahasaan dan syarat analogi ini tidak tepat..masih banyak analogi lain yang dapat di ambil untuk semakin mempermudah mengerti maksud dari Menag ini.
“Kita menuntut Menag membuat klarifikasi sendiri, dan meminta maaf secara terbuka kepada seluruh umat beragama, terkhusus islam yang ada di indonesia, karna telah mencoba menyakiti umat dengan pernyataannya tendensius dan penuh apologetik. Bahkan dengan kebijakan tersebut, dapat memicu konflik dan maslah baru diantara umat beragama,” ucapnya.
Ridwan, menambahkan, Pernyataan Menag tersebut berpotensi dapat dipidana, apabila perbandingan tersebut disampaikan ke diri sendiri, atau internal terbatas tidak akan menimbulkan masalah.
“Tapi, ketika diucapkan di depan publik, maka berpotensi masuk dalam rumusan Pasal 156a KUHP yakni terkait adanya dugaan penistaan, pelecehan suatu keyakinan ajaran agama,” jelasnya.
#Surat ederan Menag kering dari segi fakta sosiologis.
Tentu kita mengerti keinginan bang mentri agama aturan volume suara azan malalui pengar suara ini bisa dibatasi. Agar tercipta harmonisasi ketertiban dan kedamaian Namun seurgen apakah kehidupan beragama kita hingga keputusan ini di ambil? Serta apakah fakta beragama di Indonesia tidak cukup mampu menjeskan kemajemukan kita , maka wajar jika kita mengatakan menteri agama ini tidak membuka mata melihat fakta sosiologis bahwa kita sangatlah plural dan selesai untuk masalah tehnis semacam ini. Masyarakat Indonesia telah lama dapat berdampingan dengan suaran azan dan lounceng gereja misalkan…
“Belum lagi potensi maladministrasi SE nomor 5 2020 itu , sebab tidak adanya batasan mengenai zona wilayah dan kategori masjid maupun musholla yang dimaksud ,padahal tidak semua masjid maupun mushollah itu di bawah naungan kemenaq banyak juga yang berdiri sendri atau hasil swadaya masyarakat,”Pungkas Ridwan.(*)
Penulis: Fathir
Iklan Google AdSense