Kebut Pengesahan RUU IKN Untuk Siapa?

Oleh: Achmad Nur Hidayat | Ketua Kebijakan Publik Partai Gelora Indonesia

OPINI — Terdapat kejanggalan dalam proses pengesahan RUU Ibukota negara baru (IKN) menjadi Undang-Undang pada Selasa (18/1) lalu.

Rapat pengambilan keputusan dilakukan secara maraton dan kilat di tingkat Panja dan disahkan dini hari pukul 03.00.

Ketua pansus RUU IKN Ahmad Doli Kurnia terkesan mendapatkan perintah untuk segera merampungkannya pada Selasa itu juga.

Gayung gelap pun bersambut, fraksi-fraksi yang setuju hadir dan dukungan penuh diberikan oleh perwakilan DPD dan Pemerintah seperti Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Mendagri Tito Karnavian dan Menteri PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa.

Mereka semua serentak berteriak setuju saat ketua pansus bertanya apakah bisa disetujui dan dilanjutkan pada tahap pembicaraan tingkat 2 selanjutnya?

Perintah agar pansus segera menyetujui RUU IKN tersebut seolah datang setelah sehari kunjungan pansus ke kawasan BSD dan Alam Sutera.

Patut diingat bahwa pemegang saham mayoritas PT BSD adalah Sinar Mas Grup. Perusahaan yang disebut-sebut terlibat bisnis dengan dua anak Presiden oleh Dosen UNJ Ubaidillah Badrun.

Pemegang saham terbesar Alam Sutera adalah the Ning King dengan Argo Manunggal Groupnya yang juga dikenal dengan crazy rich family.

Setelah anggota pansus kunjungan ke BSD dan Alam Sutera tersebut sehari sebelumnya kemudian tim pansus rapat senin 17/1 mulai pukul 11 dan diskors jam 17.00 kembali dibuka pada 19.00 dan akhirnya disahkan lebih dari pukul 03.00 dini hari pada Selasa 18/1 setelah mendengar pandangan mini fraksi, DPD dan pemerintah.

Rapat maraton 16 jam tersebut memutuskan hal-hal penting terkait RUU IKN mulai dari nama ibu kota Nusantara, bentuk atau sistem pemerintahan, sistem pendanaan, hingga sumber pembiayaan.

Memang parah, anggota dewan penyusun pansus RUU IKN ini, bukannya menyusun RUU IKN dengan hati-hati dan mempertimbangkan partisipasi publik malah mengabaikannya dan terkesan rapat kilat keputusan tersebut untuk memuaskan keinginan pemerintah semata terhadap ibukota negara baru.

Proses berikutnya lebih mengherankan lagi, setelah keputusan Pansus tersebut kemudian RUU IKN dibawa ke Paripurna pada hari yang sama. Ketua DPR, Puan Maharani yang memimpin menolak intrupsi saat rapat paripurna pengesahan RUU IKN. Meskipun ada intrupsi dari anggota dewan namun proses pengesahan terus berlanjut.

Aneh, Politisi di masa pandemi saat ini, bukannya fokus bicara penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi malah berambisi kejar infrastruktur IKN di wilayah yang sebenarnya tidak mendukung untuk menjadi Ibukota Baru.

Hal yang harus diketahui publik dengan pengesahan RUU ibukota tersebut maka APBN akan digunakan untuk membangun infrastruktur disana. Untuk menangani COVID19 saja, APBN sudah babak belur, kini APBN dibebani juga dengan pembangunan IKN tersebut. Sungguh bukan prioritas yang tepat.

Biaya proyek IKN diprediksi melonjak tiga kali lipat dari perencanaan awal. Jika rencana awal anggaran yang disiapkan adalah Rp490 triliun maka anggaran pembangunan ibukota baru sebesar Rp1,470 triliun.

Jadi proses kebut RUU IKN tersebut untuk siapa? melihat dari sisi keuangan negara jelas, pengesahan RUU IKN tersebut bukan untuk memperkuat penanganan COVID19 dan pemulihan ekonomi namun sebaliknya pemindahan IKN tersebut malah akan memperlemah penanganan COVID dan pemulihan ekonomi karena kini APBN kita digerogoti oleh pembangunan IKN yang bukan prioritas saat ini. COVID19 belum selesai dan penghamburan APBN melalui IKN sudah dimulai kemarin sejak RUU IKN disahkan.

Bagikan...

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *