Mamuju – Praktik pengoplosan bahan pangan kembali mencuat ke permukaan, kali ini menyasar beras—makanan pokok utama rakyat Indonesia. Ironisnya, temuan mengejutkan datang dari hasil investigasi gabungan Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan yang mengungkap beredarnya beras oplosan dalam kemasan premium di jaringan ritel besar seperti Indomaret dan Alfamart. Padahal, produk tersebut dipasarkan dengan label meyakinkan dan harga tinggi, namun mutu isinya jauh dari standar nasional.
Iklan Bersponsor Google
Investigasi tersebut mengidentifikasi 212 merek beras tidak memenuhi standar mutu, di mana 26 di antaranya diduga hasil pengoplosan. Empat perusahaan besar disorot dalam kasus ini, yakni Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group). Pelanggaran mencakup bobot kemasan yang tidak sesuai, komposisi tidak jelas, hingga label palsu.
Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD) Badko HMI Sulbar, Aco Riswan, menyatakan bahwa skandal ini tidak hanya merugikan dari sisi ekonomi, tapi juga membahayakan kesehatan masyarakat. “Mengonsumsi beras oplosan dalam jangka panjang bisa memicu gangguan organ seperti ginjal, hati, dan sistem pencernaan. Bahkan, paparan zat kimia tertentu bisa menyebabkan kanker dan gangguan hormon,” tegasnya.
Masyarakat di Sulawesi Barat sendiri mulai merasa dampaknya. Beberapa warga melaporkan gangguan pencernaan usai mengonsumsi beras dari supermarket modern. Mereka baru menyadari kualitas buruk beras tersebut setelah adanya temuan resmi dari kementerian.
Aco Riswan menduga kuat bahwa pihak Indomaret dan Alfamart mengetahui produk beras yang dijual tidak memenuhi standar SNI dan belum memiliki izin edar dari BPOM. Jika terbukti, maka ini adalah bentuk pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Pangan. Sesuai Pasal 142 UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pelaku usaha yang menjual pangan tanpa izin edar dapat dihukum pidana 2 tahun penjara atau denda hingga Rp 4 miliar.
HMI menilai, BPOM juga ikut lalai karena membiarkan produk ilegal beredar selama bertahun-tahun di Sulawesi Barat. “Kinerja Balai BPOM lemah dan pasif. Padahal, mereka punya tanggung jawab besar dalam pengawasan pangan,” kritik Aco Riswan.
Dalam waktu dekat, HMI Sulbar berencana menggelar aksi demonstrasi besar-besaran dan menginstruksikan seluruh cabang HMI se-Sulbar untuk memboikot Indomaret, Alfamart, dan Alfamidi. Rantai ritel nasional ini dianggap tidak patuh regulasi dan merugikan masyarakat dari segi kesehatan, ekonomi, bahkan kontribusi minim terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Skandal ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah, pengusaha, dan konsumen. Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap industri pangan, sudah saatnya regulasi ditegakkan dan pelaku ditindak tegas demi keselamatan konsumen.
Iklan Google AdSense