Oleh : Sugiarto (Ketua DPD GMNI Sulbar)
Iklan Bersponsor Google
MAMUJU — Memilukan, saat para pejabat asik berpesta hamburkan duit di Balikpapan, ratusan warga Aholeang-Rui sudah setahun lebih masih tinggal dibawa tenda pengungsian.
Ini pembanding lain dari situasi yang masih banyak butuh perhatian, sarana dan prasarana belum memadai.
Kemegahan acara festival sandeq di Balikpapan yang dilaksanakan Pj Gubernur Sulbar sangat kontras kondisi Sulbar, khususnya rakyat korban gempa Januari 2021 di Ahuleang dan Rui, Mekatta, Kabupaten Majene yang masih berada ditenda.
Tentu ini sangat memilukan karena para pejabatnya ikut berbondong-bondong menghamburkan uang ke Balikpapan dengan dalih memprosikan Sulbar.
Hal ini juga membuktikan jika para pejabat terlebih Pj Gubernur Sulbar tidak sensitif dengan kenaikan BBM yang saat ini memilukan, kesannya memang tidak memiliki komitmet membangun Sulbar. Terlebih kepada penyintas gempa di Aholeang-Rui
Seharusnya Pj Gubernur Sulbar, Akmal Malik, fokus membangun ekonomi Sulbar secara riil, menyentuh langsung usaha kecil, bukan hanya pencitraan.
Festival sandeq bagus, tapi evaluasi harus dilakukan efeknya sama ekonomi Sulbar, apa yang tampak masih jauh dari harapan. Malah jadi ajang jalan-jalan ke Balikpapan, meski Pj. Gubernur mengeluarkan Surat Edaran Larangan Dinas Luar Bagia Seluruh ASN Lingkup Pemprov Sulbar yang ditanda tangani 31 Agustus 2022 kemarin. Toh masih banyak pejabat yang keluar daerah dengan Izin langsung gubernur, sebab ditegaskan dalam SE boleh keluar atas izin langsung pj. Gubernur.
Pemprov Sulbar tidak boleh lepas tangan dengan kondisi di Ahuleang-Rui, pemprov Sulbar harus menyelesaikan masalah para rakyat yang hidup tidak layak telah setahun lebih di Hidup di tenda pengungsian, jangan justru mempertontonkan kebobrokan dengan dalih melakukan promosi, tetapi tidak berimpek pada pemilihan ekonomi Sulbar
Dalih mempromisikan Sulbar dan menggaungkan penyangga IKN tapi tidak punya keunggulan komparatif, tidak jelas apa yang menjadi penyangga? produk yang berkelanjutan apa? hasil petani apa yang menjadi kebanggan, semuanya masih semu, hanya lip service meninabobokan kesadaran.
Terlebih masyarakat kini merasakan dampak naiknya harga BBM, bahan pokok merangkak naik sementara pendapatan ekonomi makin tidak jelas.
Kesannya memang Sulbar hanya dijadikan Sapi perah untuk menghasilkan uang, lalu dikumpul untuk dihabiskan dengan poya-poya diluar daerah Sulbar.(*)
Iklan Google AdSense