POLMAN – Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, mendadak mencekam pada Kamis (22/05/2025) siang, saat pelaksanaan eksekusi lahan dan rumah yang berujung ricuh. Polres Polman bersama Brimob Kompi III Batalyon A Polman terpaksa mengamankan situasi yang nyaris berubah jadi chaos total.
Iklan Bersponsor Google
Eksekusi yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Polewali No: 6 / PDT. EKS / 2022 / PN Pol, dalam perkara perdata antara Nurja Rayo (pemohon eksekusi) melawan Hasanuddin Pili Tomohon (termohon), mendapat perlawanan sengit dari sekitar 80 orang pendukung pihak tergugat.
Massa menghadang proses hukum dengan membakar ban bekas, melintangkan bambu di jalan poros, membakar pelepah kelapa, serta menyiapkan tumpukan batu, bom molotov, hingga mengacung-acungkan senjata tajam. Aksi itu pun mendapat respons tegas dari aparat.
Kapolres Polman, AKBP Anjar Purwoko, yang langsung memimpin pengamanan, menegaskan bahwa jajarannya tetap mengedepankan pendekatan humanis. “Kami bertindak profesional, namun tegas. Tiga orang diamankan karena menghalangi proses hukum dengan kekerasan,” tegasnya.
Kasat Reskrim AKP Budi Adi menjelaskan hasil gelar perkara menunjukkan:
Rais Rahman alias Papa Desi terkait dugaan pelanggaran Pasal 212 KUHP (melawan petugas) dikembalikan ke keluarga sambil menunggu bukti tambahan.
M. Syarif alias Papa Sarli dan Supardi alias Pardin ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan membawa dan menyimpan senjata tajam, dengan jeratan UU Darurat No. 12 Tahun 1951, ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Meski sebelumnya telah difasilitasi upaya mediasi, eksekusi tetap dilanjutkan karena tidak ditemukan titik temu antara kedua belah pihak. Kapolres menghimbau agar semua pihak menghormati keputusan hukum dan menghindari provokasi.
Peristiwa ini langsung viral di berbagai media sosial seperti Facebook, TikTok, dan Instagram, menyulut perbincangan luas tentang dinamika sosial dan penegakan hukum di daerah.
Iklan Google AdSense
Penulis : Aco Mappinawang