Mamuju – Ketua Ikatan Pemuda Mahasiswa Pesisir Selatan (IPMAPUS) Cabang Mamuju, Akbar, dengan tegas menolak dan mengkritisi penerapan azas Dominus Litis dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sedang dibahas oleh pemerintah. Menurut Akbar, kedua hal tersebut berpotensi menciptakan kekuatan lembaga yang memiliki kewenangan sangat besar dan mengarah pada penyalahgunaan wewenang.
Akbar menjelaskan bahwa penerapan azas Dominus Litis dapat menimbulkan berbagai masalah besar dalam sistem hukum Indonesia. “Azas ini berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum yang luar biasa, mengabaikan prinsip-prinsip hukum yang ada, dan malah berpotensi mengarah pada kekacauan dalam penegakan hukum,” ujarnya dalam pernyataan yang disampaikan kepada media.
Menurutnya, salah satu dampak serius yang mungkin terjadi adalah kesalahan dalam pembuktian dan pelaksanaan hukum yang tidak adil. “Jika azas Dominus Litis diterapkan, maka kesalahan dalam pembuktian suatu kasus bisa menjadi preseden buruk, yang dapat mempengaruhi rasa keadilan masyarakat dan merusak sistem hukum yang ada,” tambahnya.
Akbar juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait dengan potensi penyalahgunaan wewenang oleh lembaga yang diberikan kewenangan lebih besar melalui penerapan azas tersebut. “Hal ini bisa menciptakan ketidakseimbangan dan merusak struktur hukum yang sudah ada, bahkan bisa memicu konflik dengan peraturan perundang-undangan lainnya,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Akbar juga menyatakan bahwa RUU KUHP yang sedang dibahas mengandung sejumlah pasal yang dianggapnya dapat mempengaruhi prinsip dasar hukum yang ada di Indonesia, yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat, terutama di kalangan mahasiswa dan tokoh pemuda.
Dalam pernyataannya, Akbar yang juga merupakan aktivis mahasiswa dan tokoh pemuda, dengan tegas menegaskan kembali sikapnya dan IPMAPUS terhadap Azas Domino Litis dan RUU KUHP. “Kami, para aktivis mahasiswa dan tokoh pemuda, sekali lagi menegaskan untuk menolak penerapan azas Dominus Litis dan juga menentang RUU KUHP yang dinilai akan merugikan masyarakat,” tutupnya.
Penolakan ini menjadi sorotan, dengan harapan agar pemerintah mendengarkan aspirasi para pemuda dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan-kebijakan tersebut terhadap sistem hukum dan keadilan di Indonesia.