MAMUJU – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Mamujui, KH.Namru Asdar, menilai penerapan asas dominus litis dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) tidak efektid. Menurutnya, asas ini berpotensi besar menghancurkan sistem peradilan yang adil dan berimbang, serta membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan di tangan segelintir pihak.
“Asas dominus litis dalam RKUHAP ini sangat berbahaya! Kalau ini disahkan, hukum kita bisa semakin jauh dari keadilan. Kejaksaan akan memiliki kewenangan absolut, tanpa ada keseimbangan dengan kepolisian dan pengadilan. Ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam maupun dalam sistem hukum demokratis!” tegas KH. Namru Asdar, (Sabtu, 15/2).
KH. Namru Asdar menjelaskan bahwa dalam konsep dominus litis, Jaksa bisa menentukan kelanjutan perkara sejak penyelidikan hingga penuntutan. Hal ini, katanya, berpotensi menutup ruang bagi transparansi dan pengawasan dari pihak lain.
“Kita bicara soal keseimbangan hukum. Kalau jaksa diberi kewenangan penuh, siapa yang akan mengawasi mereka? Kepolisian akan kehilangan peran dalam penyidikan, hakim kehilangan independensi dalam menilai perkara, dan masyarakat akan semakin sulit mencari keadilan!” cetusnya.
Ia menyoroti kemungkinan penyalahgunaan kewenangan jika RKUHAP dengan asas dominus litis disahkan tanpa mekanisme kontrol yang ketat.
“Jika aturan ini diterapkan tanpa pengawasan ketat, hukum bisa dengan mudah menjadi alat kepentingan politik dan ekonomi.” ujarnya.
KH. Namru Asdar meminta DPR RI untuk mempertimbangkan kembali pasal-pasal dalam RKUHAP yang mengandung asas dominus litis. Ia menegaskan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang berpihak pada keadilan rakyat, bukan sekadar memberikan kewenangan lebih kepada satu institusi.